LEGENDA SENDANG BANYU PENGURIPAN
Oleh:
Yuli Arti / XI IPA 1 / 27
Sumber:
Bapak Bagiyanto
Pada
suatu hari ada seorang anak petani di desa. Ia bernama Cokro Joyo.
Sehari-harinya Ia bekerja sebagai pemanjat kelapa. Ia sering bernyanyi tembang jawa saat Ia memanjat kelapa.
Pada
saat Ia memanjat kelapa sambil bernyanyi, seorang wali lewat di sekitar pohon
itu. Ia bernama Sunan Kalijaga. Sunan Kalijaga mendengar suara Cokro Joyo yang
nyaring saat bernyanyi. Lalu Sunan Kalijaga berhenti menunggu Cokro Joyo turun
dari pohon.
Pada
waktu itu Sunan Kalijaga memberi banyak petuah pada Cokro Joyo. Lalu Cokro Joyo
berminat untuk ikut dengan Sunan Kalijaga. Sunan pun memperbolehkan.
Mereka
pun segera berjalan dan sampai di sebuah pegunungan. Tiba-tiba Sunan Kalijaga
ingat bahwa Ia harus pergi ke Makkah untuk menjalankan tugas. Lalu Ia berkata
pada Cokro Joyo “Cokro, tolong tunggu di sini, karena saya akan pergi ke Makkah”.
Cokro Joyo diperintah untuk menunggu di sebuah pegunnungan dan diberi tongkat
milik Sunan Kalijaga yang harus dijaga oleh Cokro Joyo. Syaratnya adalah, Cokro
Joyo harus berada di tempat itu sampai Sunan Kalijaga kembali dan Ia tidak
boleh berpindah dari tempat itu.
Setelah
bertahun-tahun lamanya, Cokro Joyo tidak
pergi karena takut dengan Sunan Kalijaga. Ia menunggu sampai
tumbuhan-tumbuhan bambu muncul di sekitar tempatnya.
Saat
di Makkah Sunan Kalijaga ingat bahwa Cokro Joyo masih berada di tempat itu.
Dengan spontan, Sunan Kalijaga kembali ke tempat Cokro Joyo. Setelah sampai di
tempat, yang ada hanya pohon-pohon bambu yang rimbun. Tapi Sunan kalijaga yakin
bahwa Cokro Joyo berada di tengah bambu itu.
Lalu
Sunan Kalijaga memutuskan untuk membakar pohon bambu itu. Setelah dibakar
ternyata memang benar bahwa Cokro Joyo berada di tempat itu. Wajah Cokro Joyo
hitam terbakar. Sunan Kalijaga memutuskan untuk membawa Cokro Joyo ke arah
timur di sebelah barat Sungai Oyo. Ternyata sungai itu kering.
Sunan
Kalijaga menancapkan tongkatnya. Setelah tongkatnya diangkat, muncul sumber air
yang jernih dan melimpah. Lalu Ia memandikan Cokro Joyo. Setelah itu Sunan
Kalijaga memutuskan untuk member nama sumber air itu dengan nama Sendang Banyu
Penguripan.
Setelah
member nama, Sunan Kalijaga memutuskan untuk peri kea rah barat bersama Cokro
Joyo. Di tengah perjalanan, ada sebuah pohon jati. Mereka berhenti di dekat
pohon itu. Sunan Kalijaga bertanya pada Cokro Joyo “Itu Pohon apa?”. Maksud
Sunan Kalijaga adalah untuk menguji ingatan Cokro Joyo.
Cokro
Joyo berpikiran bahwa Sunan Kalijaga hanya ingin mengujinya. Lalu Sunan
kalijaga menjawab,”Itu pohon Kluwih”.
Ternyata pohon jati itu berubah menjadi pohon Kluwih. Hal itu menjadi perdebatan di antara mereka. Sunan Kalijaga
mengatakan bahwa pohon itu adalah pohon jati sedangkan Cokro Joyo mengatakan
bahwa pohon itu adalah pohon Kluwih. Tiba-tiba
pohon itu berubah dengan daun pohon jati dan daun Kluwih. Lalu disebut dengan nama pohon Jati Kluwih.
Setelah
mengetahui bahwa pohon dapat berubah menjadi pohon jatikluwih, Sunan Kalijaga
mengubah nama Cokro Joyo menjadi Sunan Geseng. Sunan Geseng merupakan Sunan
yang terakhir di kisah Wali Songo.
Setelah
itu mereka memutuskan untuk berjalan lagi. Sunan Kalijaga kembali menguji
kemampuan Sunan Geseng. Sunan Kalijaga membawa batu bulat, lalu bertanya pada
Sunan Geseng, “Ini apa?” lalu Sunan Geseng menjawab “Ini Golong”. Ketika batu itu disentuh oleh Sunan Geseng, ternyata batu
itu berubah menjadi Golong.
Semua
itu masih dilestarikan oleh masyarakat sekitar dan keluharan di daerah itu
dinamakan kelurahan Banyu Urip yang bertempat di Kecamatan Dlingo Kabupaten
Bantul.
·
Tembang :
Lagu tradisional Jawa
·
Kluwih :
Pohon Keluwih
·
Golong :
nasi yang dibentuk bulatan
No comments:
Post a Comment